-->

Askep Thalasemia Lengkap download Pdf dan Doc

Pada Kesempatan Kali ini kami akan membagikan Laporan Pendahuluan /LP thalasemia , Asuhan Keperawatan /Askep, Makalah Thalasemia yang dapat di download dalam format Pdf dan Doc.

LP / Askep Thalasemia telah kami buat dengan lengkap dari berbagai sumber dan referensi terbaru di dari pengertian, etiologi, patofisiologi, pathway, Konsep askep diagnosa dan intervensi  untuk membatu teman-teman dalam mengerjakan tugas asuhan keperawatan /askep di sutau akademinya.

LP/ Makalah Thalasemia telah kami sediakan link dalam dua format Pdf dan Doc pada akhir artikel ini.


Askep thalasemia

Pengertian Thalasemia

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Ganie, 2004).

Klasifikasi Thalasemia


Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).


Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. berbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
1. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
  • Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
  • Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
  • Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
  • Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).

2. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
  1. Thalassemia βo: Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
  2. Thalassemia β+: Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
  • Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
  • Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
  • Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
  • Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
  • Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
  • Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
  1. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
  2. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
  • Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
  • Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
  • Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan).
  • Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
Etiologi


Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.


Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

Patofisiologi


Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira 0,5%.


Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang. Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin-α secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’ (Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’.
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.

Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway



Gejala Klinis



Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).

Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)

Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).

Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).

Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.



Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :



1. Thalasemia Mayor:

  • Pucat
  • Lemah
  • Anoreksia
  • Sesak napas
  • Peka rangsang
  • Tebalnya tulang kranial
  • Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
  • Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
  • Disritmia
  • Epistaksis
  • Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
  • Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
  • Kadar besi serum tinggi
  • Ikteri
  • Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
  • Pucat
  • Hitung sel darah merah normal
  • Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
Komplikasi


Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)


Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.

1. Screening test: Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

  • Interpretasi apusan darah
  • Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
  • Indeks eritrosit
  • Model matematika

2. Definitive test

  • Elektroforesis hemoglobin
  • Kromatografi hemoglobin
  • Molecular diagnosis

Pencegahan

Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni

  1. penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia
  2. konsultasi genetik (genetic counseling)
  3. diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study).Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut.Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.

Penatalaksanaan Medis

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

  1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
  2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
  3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata, 2008)

Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.

  1. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
  2. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
  3. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalas
semia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.

8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:

  • Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
  • Kepala dan bentuk muka: Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
  • Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
  • Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
  • Dada: Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
  • Perut: Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).
  • Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
  • Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
  • Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
  • Kulit: Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa Keperawatan

  1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
  2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
  3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
  4. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
  5. PK: Perdarahan

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa 1
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
Tujuan:

NOC:

  • Perfusi Jaringan : Perifer
  • Status sirkulasi

Kriteria Hasil:

  • Klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat yang ditunjukkan dengan terabanya nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan tidak ada distres pernafasan.
Intervensi
NIC:

1.Monitor Tanda Vital
Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis sistem kardiovaskuler, pernafasan dan suhu untuk menentukan dan mencegah komplikasi

Aktifitas:

  1. Monitor tekanan darah , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam atau sesuai indikasi
  2. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  3. Monitor pola pernapasan abnormal
  4. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
  5. Monitor sianosis perifer
2. Monitor status neurologi
Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk meminimalkan dan mencegah komplikasi neurologi

Aktifitas:

  1. Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas, dan reaktifi-tas pupil
  2. Monitor tingkat kesada-ran klien
  3. Monitor tingkat orientasi
  4. Monitor GCS
  5. Monitor respon pasien terhadap pengobatan
  6. Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi pasien

3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal.

Aktifitas:

  1. Mencatat intake dan output cairan
  2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit jelek, mata cekung, dll)
  3. Monitor status nutrisi
  4. Persiapkan pemberian transfusi ( seperti mengecek darah dengan identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
  5. Awasi pemberian komponen darah/transfuse
  6. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah
  7. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum, angka trombosit)

Diagnosa 2
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen

Tujuan:
NOC

  • Konservasi Energi
  • Perawatan Diri: ADL

Kriteria Hasil:

  • Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan dengan tetap mempertah-ankan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal

Intervensi:
NIC:

1. Manajemen energy
Definisi: Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi

Aktifitas:

  1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik pasien
  2. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan yang dialaminya
  3. Dorong pengungkapan pera-san klien tentang adanya kelemahan fisik
  4. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup
  5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan
  6. Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah)
  7. Monitor pola dan kuantitas tidur
  8. Bantu pasien menjadwalkan istirahat dan aktifitas
  9. Monitor respon oksigenasi pasien selama aktifitas
  10. Ajari pasien untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan sehingga dapat mengurangi aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya

Aktifitas:

  1. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret
  2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
  3. Atur alat oksigenasi termasuk humidifier
  4. Monitor aliran oksigen sesuai program
  5. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat
Diagnosa 3
3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

Tujuan:
NOC:

  • Status Nutrisi
  • Status Nutrisi: Energi
  • Kontrol Berat Badan

Kriteria Hasil : Klien menunjukkan

  • Pencapaian berat badan normal yang diharapkan
  • Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan
  • Bebas dari tanda malnutrisi

Intervensi:
NIC:

1. Manajemen Nutrisi
Definisi: Membantu dan atau menyediakan asupan makanan dan cairan yang seimbang

Aktifitas:

  1. Tanyakan pada pasien tentang alergi terhadap makanan
  2. Tanyakan makanan kesukaan pasien
  3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan (TKTP)
  4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan energy
  5. Sajikan diit dalam keadaan hangat
  6. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi

Aktifitas:

  1. Monitor adanya penurunan BB
  2. Ciptakan lingkungan nyaman selama klien makan.
  3. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
  4. Monitor kulit (kering) dan perubahan pigmentasi
  5. Monitor turgor kulit
  6. Monitor mual dan muntah
  7. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar hematocrit
  8. Monitor kadar limfosit dan elektrolit
  9. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.

Diagnosa 4
4. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit

Tujuan:
NOC:

  • Konservasi Energi

Kriteria Hasil: Klien menunjukkan

  • Istirahat dan aktivitas seimbang
  • Mengetahui keterbatasanan energinya
  • Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energy
  • Memelihara nutrisi yang adekuat
  • Energi yang cukup untuk beraktifitas

Intervensi:
NIC:

1. Manajemen energy
Definisi: Mengatur penggunaan energy untuk mencegah kelela-han & mengoptimalkan fungsi

Aktifitas:

  1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik klien
  2. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan
  3. Dorong pengungkapan perasaan tentang kelemahan fisik
  4. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup
  5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan
  6. Monitor respon kardiopumonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis,frekuensi pernafasan, wwarna kulit, tekanan darah)
  7. Monitor pola dan kuantitas tidur
  8. Bantu klien menjadwalkan istirahat dan aktifitas

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya

Aktifitas:

  1. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret
  2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
  3. Atur alat oksigenasi termasuk humidifier
  4. Monitor aliran oksigen sesuai program
  5. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat

3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal.

Aktifitas:

  1. Persiapkan pemberian transfusi (seperti mengecek darah dengan identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
  2. Awasi pemberian komponen darah/transfusi
  3. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah
  4. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum)

Diagnosa 5
5. PK: Perdarahan

Tujuan:
NOC
Mencegah/ meminimalkan terjadinya perdarahan

Tujuan :
NIC:

Aktifitas

  1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan perubahan tanda vital
  2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb, angka trombosit, hematokrit, angka eritrosit, dll
  3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah perdarahan (sikat gigi yang lembut, dll)


D. Evaluasi

  1. Tidak adanya gangguan perfusi jaringan
  2. Nutrisi terpenuhi
  3. Tidak adanya gangguan intoleransi aktivitas
  4. Berkurangnya resiko tinggi infeksi
  5. Bertambahnya pengetahuan keluarga tentang thalasemia
  6. Koping keluarga efektif


DAFTAR PUSTAKA

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media Aesculapius Fkul.

Suriadi S.Kep dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar Interpratama : Jakarta.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.

Untuk mendownload file LP, Askep , Makalah Thalasemia telah kami sediakan link dalam dua format sebagai berikut:

  • File Asekp Thalasemia dalam format Pdf (Download)
  • File Askep Thalasemia dalam format Doc (Download)

Terima kasih banyak sudah membaca ataupun mendownload file Laporooran pendahuluan askep thalasemia semoga bermanfaat dan dapat menadi referensi dalam mengerjakan tuganya

0 Response to "Askep Thalasemia Lengkap download Pdf dan Doc"

Post a Comment

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel