-->

Laporan Pendahuluan Abses Lengkap Download Format Pdf dan Doc

Salam sejahterah buat teman-teman dimanpun berada pada kesempatan kali ini kami selalu membagikan artikel kesehatan / Penyakit yang berupa laporan pendahuluan/ LP, Asuhan Keperawatan (Askep) ataupun makalah. Kali ini kami kan membagaikan LP Abses yang bisa di download dalam format Pdf dan Doc.

Laporan pendahuluan / askep abses telah kami buat dengan sangat lengkap dari berbagai sumber dab referensi terbaru di mulai dari Pengertian abses, etiologi, patofisiologi, pathway, tanda dan gejala, komplikasi,
konsep asuhan keperawatan , Diagnosa dan intervensi dengan tujuan untuk membatu teman dalam mengerjakan tugas praktik askep di akademinya.

LP/ Makalah Abses telah kami sediakan link download dalam dua format Pdf dan Doc di akhir artikel ini


Laporan Pendahulan Abses

Pengertian

Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.

Etiologi / Penyebab

Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:

1. Infeksi mikrobial

Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.

2. Reaksi hipersentivitas

Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.

3. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).

4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.

5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.

Gambaran Klinis

Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan. Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497).

Anatomi / Patologi

Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus) merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis. Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan lapisannya yang relatif tebal seperti berikut ini:
  1. Epidermis
  2. Dermis
  3. Subkutis
  4. Papila dermis
  5. Papila subkutis
  6. Septa fibrosa
  7. Lobulus lemak dengan sel lemak
  8. Fasia
Rassner et al (1995: 257) menjelaskan bahwa subkutis terdiri atas sel lemak, jaringan ikat dan pembuluh darah sel lemak (liposit) di organisir menjadi lemak (mikrolobuli, lobuli, pembuluh darah) dan ini semua diringkas dalam septa jaringan ikat. Septa jaringan ikat (septa fibrosa) mengukuhkan subkutis baik dalam fasia tubuh maupun dalam korium dan bertindak sebagai jalan untuk pembuluh darah dan saraf kulit ke dalam subkutis masuk folikel, rambut dan kelenjar keringat sebagai adneksa kutis. Selain itu dalam subkutis terdapat vena-vena besar (misalnya vena saphena) dan saluran limfe disertai dengan kelenjar getah bening regional superfisialis. Fungsi subkutis antara lain sebagai termoisolasi, depo energi (penimbunan lemak), fungsi pelindung dari faktor mekanik (lapisan pelindung dan lapisan penggeser antara korium dan fasia tubuh).
Nadesul, H (1997: 2-3) mengemukakan bahwa didalam kulit juga terdapat pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Pembuluh darah untuk memberi makan kulit. Melalui aliran darah, zat makanan dan zat asam disalurkan kelenjar getah bening membuat zat anti. Maksudnya untuk melindungi tubuh dari serangan bibit penyakit, kulit yang memiliki kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar peluh. Keduanya untuk membasahi kulit agar lembab. Bahan pelembab ini sekaligus sebagai pelindung kulit terhadap bibir penyakit kulit. Sedangkan kelenjar peluh sebagai pengalir peluh juga berfungsi mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.
Rassner et al (1995; 256) mengemukakan bahwa pada penyakit akuisita terdapat perubahan-perubahan berikut:
  1. Perubahan yang bersifat reaktif: hipertrofi /hiperplasi lokal/umum atau atropi.
  2. Kerusakan: atrofi, distrofi, jaringan lemak (atrofi dan hiperItrofi), nekrosis jaringan lemak (akut) atau nekrobiosis (perlahan-lahan). Pembentukan lipogranuloma (makrofag/ lipofag atau pembentukan serabut), fibrosis jaringan lemak maupun jaringan parut (stadium terminal)
  3. Peradangan: secara global mereka disebut sebagai panikulitis, suatu panikulitis terutama dapat mengenai lobus (panikulitis lobular) atau didalam septa jaringan ikat (panikulitis septal)
Proses penyakit dapat menyerang jaringan ikat subkutan atau pembuluh darah subkutan dan menyebabkan perubahan sekunder jaringan lemak (Rassner et al, 1995: 256)

Proses Penyembuhan Luka

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000 : 397) mengemukakan proses penyembuhan luka sebagai berikut:
  • Fase Inflamasi atau lag fase. Berlangsung sampai hari kelima. Akibat luka terjadi perdarahan. Ikut keluar trombosit dan sel sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.
Terjadi vasokontriksi dan proses penghentian perdarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.
Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka sehingga disebut fase tertinggal (lag fase)
  • Fase proliferasi atau fibroplasi. Berlangsung dari hari keenam sampai dengan 3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen, yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru ; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.
  • Fase Remodelling atau fase resorpsi. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal.
Patofisiologi

Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood, J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi.

Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi arteriol yang mensuplai daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood, J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton, A.C, 1995: 647-648).
Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit menempel pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya aliran darah yang menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menyebabkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas.

Sjamsuhidajat et al (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di fagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan (FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94).

Pathway Abses


Tanda dan Gejala

Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau saraf.
Gejalanya bisa berupa:
  • nyeri
  • nyeri tekan
  • teraba hangat
  • pembengkakan
  • kemerahan
  • demam.
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih dahulu tumbuh menjadi lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh

Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:
  1. Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat yang paling efektif.
  2. Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis (15.000 - 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.
  3. Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
  4. Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.
  5. Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
  6. Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.
  7. BUN/Kr : Peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,ketidakseimbangan/kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati.
  8. GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis respiratorik dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
  9. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein dan sel darah merah.
  10. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di dalam abdomen/organ pelvis.
  11. EKG : Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T,dan disritmia yang menyerupai infak miokard.
(Doenges,2000:873)

Penatalaksanaan Medik

Pengobatan

Dokter bisa mengobati abses dengan menyayatnya dan mengeluarkan nanahnya. Sebelum penyayatan dilakukan, diberikan obat bius lokal (misalnya lidokain).

Setalah semua nanah dibuang, luka dicuci dengan larutan garam. Kadang kantong abses yang sudah dikeringkan ditutup dengan kasa dan dibuka 24-48 jam kemudian.

Bila abses sudah kering sempurna, biasanya tidak diperlukan antibiotik.
Antibiotik diberikan bila infeksi sudah menyebar atau abses ditemukan di bagian tengah atau bagian atas wajah karena bisa menyebar ke otak.
Antibiotik yang bisa membunuh stafilokokus dan streptokokus adalah nafsilin, dikloksasilindan oksasilin.
Kompres hangat bisa membantu mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan pembengkakan.

Pencegahan

Usahakan agar kulit di sekeliling luka kecil tetap bersih dan kering.

Obati infeksi ringan secara tuntas.
Waspada akan tanda-tanda terjadinya infeksi (demam, nyeri, kemerahan, pembengkakan).

Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
  • Aktivitas/Istirahat
Gejala : Lemah,letih,sulit berjalan/bergerak,kram otot,tonus otot menurun,gg.tidur/istirahat.
Tanda :Tatikardia dan takipnea pada keadaan istirahat/aktivitas letargi,disorientasi,koma,penurunan kekuatan otot.
  • Sirkulasi
Gejala :Adanya riwayat hipertensi,IM akut,klaudikasi,kebas dan kesemutan pada ekstremitas,ulkus pada kaki dan penyembuhan lama.
Tanda :Tatikardia,perubahan tekana postural,hipertensi,nadi yang menurun,distrimia,krekels DVJ.
  • Integritas Ego
Gejala : Stress,bergantung pada orang
Tanda : Ansietas,peka ransang
  • Eliminasi
Gejala :Perubahan pola berkemih(poliuri),nokturia,rasa nyeri/terbakar,kesulitan berkemih atau ISK,nyeri tekan abdomen,diare.
Tanda : Urine encer,pucat,urine berkabut,bau busuk(infeksi),abdomen keras,adanya asites,bising usus lemah dan menurun.
  • Makanan dan Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan,mual muntah,tidak mengikuti diet,peningkatan pemasukan glukosa,penurunan BB,haus.
Tanda : Penggunaan diuretik (Tiazid),kulit kering/bersisik,turgor jelek,distensi abdomen,muntah,pembesaaran tiroid,bau halitosis/manis,bau buah (napas aston)
  • Neurosensori
Gejala : Pusing/pening,sakit kepala,kesemutan,kelemahan pada otot,parestesia,gg.penglihatan.
Tanda : Disorientasi,mengantuk,letargi,stupor/koma,gg.memori kacau mental,refleks tendon dalam,aktivitas kejang.
  • Respiratori
Gejala : Merasa kekurangan oksigen,batuk dengan/tanpa sputum purulen.
Tanda : Lapar udara,batuk,frekuensi pernapasan.
  • Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Asbdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi,tampak sangat berhati-hati.
  • Keamanan
Gejala : Kulit kering,gatal,ulkus kulit.
Tanda:Demam,diaforesis,kulit rusak,lesi/ulserasi,menurunya kekuatan umum/rentang gerak,parestesi termasuk otot-otot pernafasan.
  • Seksualitas
Gejala : Rabas vagina,masalah impoten pada pria,kesulitan orgasme pada wanita.
  • Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga : DM,penyakit jantung,stroke,hipertensi,penyembuhan yang lambat,penggunaan obat,spt : diuretik,steroid,dilantin dan fenobarbital.

Diagnosa Keperawatan

Secara teori pada kasus abses dapat ditarik beberapa diagnose keperawatan antara lain :
  1. Resiko tinggi berhubungan dengan prosedur invasif
  2. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan regulasi temperatur.
  3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah arteri dan vena.
  4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan permiabilitas / kebocoran cairan kedalam lokasi interstisial (ruang ketiga).
  5. Resiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah.
  6. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi.
  7. Nyeri berhubungan dengan regangan dan distorsi abses (kerusakanjaringan).
  8. Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh (gangguan neuromuskular).
  9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit.( Doenges,2000:241 )
Intervensi

Diagnosa 1
Resiko tinggi infeksi terhadap perkembangan infeksi oportunistik berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan : Menunjukan penyembuhan luka seiring perjalanan waktu.

Kriteria Hasil : Bebas dari sekresi purulen/drainase, atau eritema dan afebris.

Intervensi
  • Berikan isolasi / pantau pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Isolasi luka / linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan luka, sementara isolasi / pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi. Mengurangi resiko kemungkinan infeksi.
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas walaupun menggunakan sarung tangan steril.
Rasional : Mengurangi kontaminasi silang.
  • Batasi penggunaan alat / prosedur invasif jika memungkinkan.
Rasional : Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme.
  • Lakukan inspeksi terhadap luka / sisi alat invasif setiap hari, berikan perhatian utama terhadap jalur hiperalimentasi
Rasional : Memberikan gambaran untuk identifikasi awal dari infeksi sekunder.
  • Gunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan
Rasional : Mencegah masuknya bakteri, mengurangi resiko infeksi nosokomial.
  • Gunakan sarung tangan / pakaian pada waktu merawat luka yang terbuka/antisipasi dari kontak langsung dengan sekresi ataupun ekskresi.
Rasional : Mencegah penyebaran infeksi / kontaminasi silang.
  • Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantung ganda
Rasional : Mengurangi area kotor / membatasi penyebaran organisme melalui udara.
  • Pantau kecenderungan suhu.
Rasional : Demam tinggi menunjukan efek endotoksin pada hipotalamus dan endorphin yang melepaskan pirogen. Hipotermi adalah tanda-tanda genting yang merefleksikan perkembangan status syok / penurunan perfusi jaringan.
  • Amati adanya menggigil dan diaphoresis
Rasional : Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum.
  • Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi / kegagalan untuk membaik selama masa terapi.
Rasional : Dapat menunjukan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan berlebihan dari organisme resisten.
  • Inspeksi rongga mulut terhadap sariawan. Selidiki laporan rasa gatal / peradangan vaginal / perineal.
Rasional : Depresi sistem imun dan penggunaan antibiotik dapat meningkatkan resiko infeksi skunder; terutama ragi. .
  • Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi / memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum atau penyakit khusus.
  • Bantu / siapkan insisi dan drainase luka.
Rasional : Memberikan kemudahan untuk memindahkan material purulen / jaringan nekrotik dan meningkatkan penyembuhan.
( Doenges, 2000: 874)

Diagnosa 2
Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur.

Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.

Kriteria Hasil : Tidak mengalami komplikasi berhubungan

Intervensi
  • Pantau suhu pasien (derajad dan pola); perhatikan menggigil / diaphoresis.
Rasional : Suhu 38,9°C menunjukan proses infeksius akut .Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
  • Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesual indikasi.
Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
  • Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol.
Rasional : Dapat mengurangi demam, alkohol dapat mengeringkan kulit.
  • Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
  • Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam tinggi pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
(Doenges,2000 : 874 )

Diagnosa 3

Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah arteri dan vena.

Tujuan : Menunjukan perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat kesadaran umum, haluaran urine individu yang sesuai dan bising usus aktif

Intervensi
  • Pertahankan tirah baring; bantu dalam aktifitas dan perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi O2 memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
  • Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi, dan perubahan pada tekanan denyut.
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah.
  • Pantau frekuensi dan irama jantung. Perhatikan disritmia.
Rasional : Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia.
  • Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal nadi cepat menunjukan peningkatan curah jantung, nadi lemah menunjukan penurunan curah jantung.
  • Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. Perhatikan dispnea berat.
Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek langsung dari endotoksin pada pusat pemafasan.
  • Selidiki perubahan pada sensorium.
Rasional : Perubahan menunjukan penyimpangan perfusi serebral, hipoksemia,dan atau asidosis.
  • Kaji kulit terhadap perubahan warna, suhu, kelembaban.
Rasional : Mekanisme kompensasi dari vasodilatasi.
  • Catat haluaran urine dan berat jenisnya.
Rasional : Penurunan haluaran urine dan peningkatan berat jenis akan mengindikasikan penurunan perfusi ginjal.
  • Auskultasi bising usus.
Rasional : Vasokonstrisi splaknik menurunkan peristaltik dan dapat menimbulkan ileus paralitik.
  • Pantau pH gaster sesuai petunjuk. Hematest sekresi gaster / feses darah samar.
Rasional : Stress dari penyakit dan penggunaan steroid meningkatkan resiko erosi / perdarahan mukosa gaster.
  • Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkaan jaringan lokal, eritema, tanda Homan positif
Rasional : Stasis vena dan proses infeksi dapat menyebabkan perkembangan thrombosis.
  • Pantau tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Akselerasi pembekuan pada mikrosirkulasi menciptakan situasi perdarahan yang membahayakan jiwa / emboli multiple
  • Catat efek obat-obatan dan tanda-tanda keracunan.
Rasional : Dosis antibiotik massif sering memiliki efek toksik potensial bila perfusi hepar / ginjal terganggu.
  • Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan.
  • Berikan obat-obatan steroid sesuai petunjuk.
Rasional : Untuk menurunkan permiabilitas kapiler
  • Pantau pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan asidosis.
  • Berikan suplemen O2
Rasional : Peningkatan suhu meningkatkan metabolisme O2.

Diagnosa 4
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan permiabilitas/kebocoran cairan kedalam lokasi interstisial.

Tujuan : Mempertahankan volume sirkulasi adekuat

Kreteria Hasil : Tanda vital dalam batas normal, nadi perifer teraba haluaran urine adekuat.

Intervensi
  • Catat haluaran urine dan berat jenis. Catat keseimbangan masukan dan keluaran komulatif. Dorong masukan cairan oral sesuai toleransi.
Rasional : Keseimbangan cairan positif lanjut dengan disertai penambahan berat badan dapat mengindikasikan edema ruang ketiga,dan edema jaringan, menunjukan perlunya mengubah terapi/komponen pengganti.
  • Pantau tekanan darah dan denyut jantung, ukur CVP.
Rasional : Mekanisme kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan curah jantung dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
  • Palpasi denyut perifer.
Rasional : Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemi.
  • Kaji membrane mukosa, tugor kulit dan rasa haus.
Rasional : Hipovolemi / cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda hipovolemi.
  • Amati edema dependen / perifer pada saluran, skrotum, punggung kaki.
Rasional : Kehilangan cairan dari kompartemen vaskuler kedalam ruang interstisiil akan menyebabkan edema.
  • Berikan cairan IV, misal kristaloid (0,5%) sesuai indikasi.
Rasional : Menggantikan kehilangan dengan maningkatkan permiabilitas kapiler dan meningkatkan sumber-sumber tak kasat mata.
  • Pantau nilai laboratorium.
Rasional : Mengevaluasi perubahan didalam hidrasi/viskositas darah.
(Doenges, 2000 ; 878 - 879)

Diagnosa 5
Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan :
a. Perubahan pada suplai O2, efek endotoksin pada pusat pemafasan
b. Perubahan aliran darah

Tujuan : Pasien menunjukan GDA dan frekuensi pemafasan dalam batas normal

Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih dan sinar x dada jelas / membaik tidak mengalami dispnea / sianosis

Intervensi :
  • Pertahankanjalan nafas paten (Kepala lebih tinggi).
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru, upaya pemafasan.
  • Pantau frekuensi dan kedalaman pemafasan, catat penggunaan otot bernafas.
Rasional : Hipoventilasi dan dipsnea merefleksikan mekanisme kompensasi yang tidak efektif dan merupakan indikasi bahwa diperlukan ventilator.
  • Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Kesulitan pernafasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator.
  • Catat munculnya sianosis sirkumoral
Rasional : Menunjukan oksigen sistemik tidak adekuat/hipoksemia.
  • Selidiki perubahan pada sensori.
Rasional : Fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenasi.
  • Sering ubah posisi. Dorong untuk batuk dan latihan napas dalam.
Rasional : Untuk memaksimalkan pertukaran gas.
  • Patau GDA / nadi oksimetri.
Rasional : Pada waktu kondisi septic memburuk, asidosis metabolik yang meningkat untuk membangun asam laktat dan metabolisme anaerob.
  • Berikan O2 tambahan melalui jalur yang sesuai.
Rasional : Untuk mengoreksi hipoksemia dengan menggagalkan asidosis respiratorik.
  • Tinjau sinar X dada.
Rasional : Perubahan menunjukan perkembangan dan komplikasi pulmonal.
(Doenges, 2000: 879 - 880)

Diagnosa 6

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan bergubungan dengan :
a. Kurangnya pemajanan / mengingat, kesalahan Interpretasi informasi
b. Keterbatasan Kognitif
Ditandai
1) Pertanyaan permintaan informasi,pernyataan salah konsepsi
2) Ketidak akuratan mengikuti instruksi / perkembangan komplikasi yang dapat dicegah

Tujuan : Menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis

Kreteria Hasil : Ikut serta dalam program pengobatan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dengan dapat penunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dan tindakan.
(Doenges, 2000 : 880 - 881)

Intervensi :
  • Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
  • Tinjau faktor resiko individual dan bentuk penularan tempat masuk infeksi.
Rasional : Menyadari terhadap bagaimana infeksi ditularkan akan memberikan informasi untuk merencanakan/melakukan tindakan protektif.
  • Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, efek samping dan pentingnya ketaatan pengobatan.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan/profilaksis, dan untuk mengurangi resiko kambuhnya komplikasi.
  • Diskusikan kebutuhan input yang tepat dan seimbang.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
  • Dorong periode istirahat adekuat dan aktivitas terjadwal.
Rasional : Mencegah kepenatan, penghematan energi, dan meningkatkan penyembuhan.
  • Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah bakteri patogen yang ada.
  • Diskusikan penggunaan yang tepat atau menghindari tampon sesuai indikasi.
Rasional : Tampon superabsorben/merupakan resiko potensial bagi infeksi stpahilococcus aureus (sindrom syok toksik).
  • Identifikasi tanda / gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan infeksi akan memungkinkan intervensi dan mengurangi resiko kearah situasi yang membahayakan jiwa.
  • Tekankan pentingnya imunisasi profilaktik / terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Penggunaan pencegahan terhadap infeksi.
(Doenges, 2000 : 881)

Diagnosa 7
Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh (gangguan neuromuskular).
a. Gangguan neuromuskuler, nyeri/tidak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
b. Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai, kontraktur.

Ditandai:
a. Menolak bergerak/tidak mampu bergerak sesuai tujuan rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan kontrol dan/atau masa otot.

Tujuan : Menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktifitas.

Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur.
b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau kompensasi tubuh.
c. Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktifitas.

Intervensi :
  • Bantu klien dalam beraktifitas bila tidak mampu
Rasional : dengan membantu aktivitas yang di perlukan pasien akan membantu mengurangi resiko yang tidak di inginkan.
(Doenges,2000 : 737)
  • Tingkatkan aktifitas perawatan diri pasien setiap saat.
Rasional : aktivitas dapat meningkat jika memotivasi yang sesuai dengan kondisi pasien.
(Doenges,2000 : 737)
  • Berikan alternative dengan periode yang cukup.
Rasional : aktifitas dapat meningkatkan istirahat yang untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
(Doenges,2000 : 757)
  • Pantau rtespon terhadap aktifitas
Rasional : meningkatkan kontrol terhadap situasi
(Doenges,2000 : 738)

Diagnosa 8

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
a. Trauma : Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
Ditandai : Tak ada jaringan hidup.

Tujuan : Menunjukan regenerasi jaringan.

Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka.

Intervensi
  • Kaji/ ukuran, wama, kedalaman luka , perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penambahan kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area luka.
  • Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Rasional : Menurunkan resiko infeksi.
  • Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
Rasional : Mencegah kontaminasi dengan agent dan mencegah infeksi.
  • Siapkan/bantu prosedur bedah.
Rasional : Mempercepat penyembuhan abses.
(Doenges, 2000: 653 )

Diagnosa 9

Nyeri berhubungan dengan
a. Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema.
b. Manipulasi jaringan cidera,debridement luka
Ditandai:
a. Keluhan nyeri.
b. Fokus menyempit, penampilan wajah nyeri.
c. Perubahan tonus otot; respon autonomik.
d. Perilaku distraksi, melindungi; ansietas / ketakutan.

Tujuan : Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.

Kriteria Hasil :
a. Menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.
b. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur / istirahat dengan tepat.

Intervensi :
  • Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka.
Rasional : Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
  • Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
Rasional : Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk mnenurunkan pembentukan edema setelah perubahan posisi dan peninggian menurunkan ketidaknyamanan serta resiko kontraktur sendi.
  • Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi
Rasional : Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
  • Tutup jari / ekstremitas pada posisi berfungsi (menghindari posisi fleksi sendi yang sakit) menggunakan bebat pada papan kaki sesuai keperluan.
Rasional : Posisi fungsi menurunkan deformitas / kontraktur dan meningkatkan kenyamanan. Meskipun posisi fleksi sendi cendera dapat merasa lebih nyaman, ini dapat mengakibatkan kontraktur fleksi
  • Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi.
Rasional : Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cendera.
(Doenges, 2000:654



DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,Marilynn, E.Ashan Keperawatan.Buku Kedokteran.1999.

Engram,Barbara. RencanaAsuhan Keperawatan.KMB.2002

Carpenito, L,J, 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Klinik (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan), edisi 3, EGC, Jakarta

Price, SA dan Wilson, LM, 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (terjemahan), Eidisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta

Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi 8, Volume 2, EGC, Jakarta.

S. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Underwood, J.C.E, 1999, Buku Ajar Ilmu Bedah (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.

Untuk mendownoad file LP Abses telah kami sediakan link dalam dua format Pdf dan Doc sebagai berikut:


Terima Kasih talah membaca ataupun mendownload file laporan pendahuluan Abses semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi dalam mengerjakan tugasnya.

0 Response to "Laporan Pendahuluan Abses Lengkap Download Format Pdf dan Doc"

Post a Comment

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel