-->

Laporan Pendahuluan Benigna Prostat Hipertrofi (BPH) Lengkap Download Format Pdf dan Doc

Selalu kami bagikan suatu artikel bisa bermanfaat kami teman-teman dimanapun berada baik tentang Penyakit ataupun kesehatan yang berupa laporan pendahuluan (LP), Asuhan Keperawatan (Askep), Makalah. Pada ksesempatan kali ini kami akan bagikan laporan pendahuluan Benigna Prostat hipertrofi (BPH) yang bisa didownload dalam format Pdf dan Doc.

Laporan Pendahuluan BPH telah kami tulis dengan lengkap dari berbagai sumber dan referensi terbaru dimulai dari Pengertian BPH, Etiologi , Patofisiologi, pathway, tanda dan gejala, Komplikasi, pengobatan dan Konsep asuhan keperawatan seperti diagnosa dan intervensi.

LP askep BPH telah kami sediakan link download dalam dua format Pdf dan Doc pada akhir artikel ini.

Laporan Pendahuluan BPH (Benigna Prostat Hipertrofi)




Pengertian

  • Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran progresif pada kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Doengoes, 2000: 67)
  • Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran adenomateus dari kelenjar prostat (Barbara C Long, 1996)
  • Benigna prostat hipertrofi adalah pembentukan jaringan prostat yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Depkes 1999, hal 108)
  • Benigna prostat hipertrofi adalah hiperflasi peri uretral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Syamsuhidayat, Jong. 1997: 1058)
Etiologi


Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329).


Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia prostat adalah:
  1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
  2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat
  3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
  4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000, hal 74-75)
Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long, 1999: 32)



Patofisiologi



BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi. Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah menimbulkan infeksi.

Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.

Pathway BPH

Manifestasi Klinik


Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif.

1. Gejala iritatif
Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria)

2. Gejala Obstruktif
Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overlow.
Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal ginjal, peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala dapat dilihat dari stadiumnya
a. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis
b. Stadium II
  • Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc
  • Ada rasa tidak enak pada waktu BAK (disuria)
  • Nokturia
c. Stadium III
Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih

d. Stadium IV
Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar periodik. (Depkes, 1996, hal 109)

Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu:
a. Rectal Grading
Dengan rectal toucher diperkirakan seberapa prostat menonjol ke dalam lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan buli-buli kosong karena bila penuh dapat membuat kesalahan. Gradasi ini sebagai berikut:
  • 0-1 cm . . . . . . . grade 0
  • 1-2 cm . . . . . . . grade 1
  • 2-3 cm . . . . . . . grade 2
  • 3-4 cm . . . . . . . grade 3
  • >4 cm . . . . . . . grade 4
b. Clinical Granding
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya usia Urine
  • Sisa urine 0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal
  • Sisa urine 0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1
  • Sisa urine 50-150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 2
  • Sisa urine >150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3
  • Sama sekali tidak bisa kencing . . . . . . . grade 4

Komplikasi

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urine karena produksi terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravisiko meningkat dapat menimbulkan hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal tercepat terjadi jika infeksi karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluahan iritasi dan menimbulkan hematuria serta dapat juga menimbulkan sistitis dan bila terjadi reflek dapat terjadi pyelonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.

Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium

  • Analisis Urine pemeriksaan mikroskopis urine untuk melihat adanya lekosit, bakteri dan infeksi
  • Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolik
  • Pemeriksaan PSA (Prostat Spesifik Antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya biopsi atau sebagai deteksi dari keganasan
  • Darah lengkap
  • Leukosit
  • Blooding time
  • Liver fungsi
2. Pemeriksaan Radiologi
  • Foto polos abdomen
  • Prelograf intravena
  • USG
  • Sistoskopi
Penatalaksanaan
  • Observasi
  • Terapi medika mentosa (penghambat Adrenergik λ, penghambat enzim 5-λ-reduktase, fisioterapi)
  • Terapi bedah dan terapi infasiv. (Mansjoer Arif, 2000: 333)
Menurut Mansjoer (2000, hal 333):


1. Observasi (Watchfull Waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nocturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol.

2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.

3. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka

4. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Sirkulasi
Tanda: peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala: penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan, keraguan-raguan pada berkemih awal.
  • Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine, tetesan
  • Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap
  • Dorongan dan frekuensi berkemih
  • Nokturia, disuria, hematuria
  • ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
  • Konstipasi
Tanda: massa: Padat di bawah abdomen (distensi kandung kemih) nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih.

c. Makanan/ cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.

d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatisis akut)

e. Keamanan
Gejala: demam

f. Seksualitas,
Gejala: masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas. Takut incontinensia/ menetap selama hubungan ejakulasi.
Tanda: Pembesaran, nyeri tekan prostat

g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensi atau antidepresan, antibiotik urinari atau agen biotik, obat yang dijual bebas untuk flu/ alergi obat mengandung simpatometrik.
Pertimbangan: DRG menunjukkan merata selama dirawat di RS 22 hari.
Rencana pemulangan: memerlukan bantuan dengan management terapi. Contoh: kateter.

2. Diagnosa Keperawatan

  1. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
  2. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
  3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.

3. Intervensi

DP 1
Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

Kriteria hasil:

  • Berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
  • Menunjukkan risedu pasca berkemih kurang dari 50 cc dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan aliran

Intervensi:

  • Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan

Rasional: meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih

  • Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan

Rasional: Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi

  • Awasi dan catat waktu serta jumlah tiap berkemih

Rasional: Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal

  • Palpasi atau perkusi area suprapubic

Rasional: Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubic

  • Awasi TTV dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, timbang tiap hari, pertahankan pemasukan dan pengeluaran yang akurat

Rasional: kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total

  • Beri/dorong kateter lain dan perawtan perineal

Rasional: Menurunkan resiko infeksi

  • Dorong masukan cairan sampai 300 ml sehari dalam toleransi jantung bila diindikasikan

Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan kandung kemih dan pertumbuhan bakteri

DP 2
Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
Kriteria hasil:

  • Pasien mengatakan nyeri hilang atau terkontrol
  • Pasien tampak rileks
  • Pasien mampu untuk tidur atau istirahat dengan tenang

Intervensi

  • Kaji nyeri, pertahatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya.

Rasional: memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi

  • Plester selang drainase pada paha dan kateter abdomen

Rasional: Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis skrotal

  • Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

Rasional: Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut namun ambulasi dini dapat memperbaiki palo berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik

  • Beri tindakan kenyamanan, misal: membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, latihan nafas dalam

Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan kemampuan koping

DP 3
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.

Kriteria hasil:
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab

Intervensi:

  • Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam

Rasional: Deuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal

  • Dorong peningkatan pemasukan oral berdasrkan kebutuhan individu

Rasional: Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi atau hipovolemia

  • Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral

Rasional: Memampukan deteksi dini/ intervensi hipovolemik, sistemik

  • Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi

Rasional: Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi.


DAFTAR PUSTAKA

  • Carpenito Linda Juan. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. EGC: Jakarta.
  • Doengoes E Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawtan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
  • Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.
  • Syamsuhidayat, R. 1997. Keperawtan medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Untuk mendownload file laporan pendahuluan BPH telah kami sediakan link dalam dua format berikut ini;
  • File Laporan Pendahuluan BPH format Pdf (Download)
  • File Laporan Pendahuluan BPH format Doc (Download)

Terima kasih banyak sudah mendownload Laporan pendahuluan askep BPH semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi dalam mengerjakan tugas asuhan keperawatan di akademinya

0 Response to "Laporan Pendahuluan Benigna Prostat Hipertrofi (BPH) Lengkap Download Format Pdf dan Doc"

Post a Comment

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel